PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH
MENENGAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : V (LIMA)
ANGGOTA
KELOMPOK : ARI FERIWANDANI
S
HIKMA RAMADHANI
ASTI AMELIA PUTRI
AULIYA RAMADHANTI
SARA AFRIANDA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA &
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdullilah atas segala rahmat, hidayah
dan inayah yang telah diberikan Allah SWT sehingga kami mampu menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan judul “Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah“
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, untuk itu kami mohon maaf dan dengan senang hati menerima kritik
dan saran sebagai bekal acuan untuk lebih baik dikemudian hari.
Harapan kami semoga makalah ini dapat memberi bekal pengetahuan dan
manfaat bagi kita semua.
Jambi,
06 Maret 2019
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah
......................................................................................
5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan
................................................................................................ 5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik & Aspek perkembangan anak usia
sekolah menengah.................. 6
2.2 Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah
menengah................................ 16
2.3 Problematika dan solusi perkembangan anak usia
sekolah............................... 17
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 21
3.2 Saran ....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan bagi manusia akan semakin kompleks ketika mereka menginjak usia
remaja, usia dimana mereka masih berada di jenjang pendidikan usia
sekolahmenengah. Pada masa itulah mereka mulai mengenal lingkungan atau
masyarakat lebihluas, yang selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan
yang lebih rumit danmemerlukan penanganan yang sangat serius.
Permasalahan bagi peserta didik usia sekolah menengah timbul baik dari
internataupun ekstern yang mana keduanya sangat mengganggu proses belajar
dan pembelajaran peserta didik di usia itu. Keingin tahuan pada usia
sekolah menengahsangatlah besar karena pada masa itu mereka mencari jati diri
dan figur yang di idolakan oleh mereka.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan jiwa remaja. Selain mengemban fungsi pendidikan (transformasi
nilai dan norma sosial). Dalam kaitan dengan pendidikan, peran sekolah tidak
jauh berbeda dengan perankeluarga, yaitu sebagai tempat perlindungan jika anak
mengalami masalah.
Bagi seorang pendidik haruslah tahu keadaan peserta didiknya dan harus
bisa mengarahkan pada hal-hal yang positif, sehingga peserta didik pada usia
sekolah menengah tersebut akanterarah pada hal-hal positif. Pendidik juga harus
mengetahui gejala-gejala yang terdapat pada peserta didik dan memberikan
solusi yang terbaik dalam menghadapi keadaan peserta didik. Selain itu, di
setiap sekolah lanjutan diadakan guru bimbingan dan penyuluhan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
1.2
Rumusan Masalah
1.Perkembangan
apa saja yang terjadi pada masa anak usia sekolah?
2.
Apa saja tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menengah?
3.
Apa problematika dan solusi perkembangan anak usia menengah?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui karakteristik perkembangan anak usia sekolah menengah.
2. Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya perkembangan anak usia sekolah
menengah.
3. Untuk
mengetahui problematika dan cara penyelesaian perkembangan anak usia sekolah
menengah.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat bagi penulis:
1) Mendapat
ilmu pengetahuan yang baru.
2) Dapat
memahami perkembangan anak usia sekolah menengah.
3) Mendapat
kesempatan untuk mempelajari materi perkembangan anak usia sekolah menengah.
Manfaat bagi mahasiswa dan
masyarakat:
1) Dapat
lebih memahami perkembangan anak usia sekolah menengah.
2) Mampu
menerapkan pengetahuan perkembangan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik
&Aspek-aspek PerkembanganAnakUsiaSekolah Menengah
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting
dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi yang diarahkan
kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka dalam Pikunas, 1976;
Kaczman dan Riva, 1996).
Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dan
SLTA termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode
dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) fase ini meliputi:
1.
Remaja awal:
12-15 tahun
2.
Remaja
madya: 15-18 tahun
3. Remaja akhir: 19-22 tahun.
Jika dilihat
dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah menengah termasuk kedalam
kategori awal dan madya. Untuk memahami lebih lanjut tentang remaja, pada
uraian berikut dapat dipaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek
perkembangannya.
1. Aspek Fisik
Secara fisik, masa remaja
ditandai dengan dengan adanya pubertas yaitu masa ketika sesorang mencapai
kematangan seksual dan kemampua nreproduksi. Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis pembuluh mani,
dan kelenjar prostat. Matangnya organ-organ ini memungkinkan remaja pria mengalami
mimpi basah. Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina
dan ovarium. Ovarium menghasilkan ova (telur) dan mengeluarkan hormon-hormon
yang diperlukan untuk kehamilan, dan perkembangan seks sekunder. Matangnya
organ-organ seksual memungkinkan wanita
remaja untuk mengalami menstruasi.
Fase remaja ini merupakan masa
terjadinya banjir hormon, yaitu zat-zat kimia yang sangat kuat, yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar endoktrin dan dibawa keseluruh tubuh oleh
aliran darah. Konsentrasi hormon-hormon tertentu meningkat secara dramatis
selama masa remaja, seperti hormon testosteron dan estradiol.
Pertumbuhan
fisik erat hubungannya dengan kondisi remaja. Kondisi yang baik berdampak baik
pada pertumbuhan fisik remaja, demikian pula sebaliknya.
Adapun kondisi-kondisi yang
mempengaruhi sebagai berikut :
a.
Pengaruh Keluarga
Pengaruh Keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
Karena faktor keturunan seorang anak dapat lebih tinggi atau panjang dari anak
lainnya, sehingga ia lebih berat tubuhnya, jika ayah dan ibunya atau kakeknya
tinggi dan panjang. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai
tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa dari orang tuanya.
b.
Pengaruh Gizi
Anak yang mendapatkan gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan
sedikit lebih cepat mencapai taraf dewasa dibadingkan dengan mereka yang tidak
mendapatkan gizi cukup.
Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan dimasa remaja.
Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan dimasa remaja.
c.
Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya
steroid adrenal yang berlebihan dan ini akan membawa akibat berkurangnya
pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitary. Bila terjadi hal demikian
pertumbuhan awal remajanya terhambat dan tidak tercapai berat tubuh yang
seharusnya.
d.
Jenis Kelamin
Anak laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dari pada anak perempuan,
kecuali pada usia 12 – 15 tahun. Anak perempuan baisanya akan sedikit lebih
tinggi dan lebih berat dari pada laki-laki-laki. Hal ini terjadi karena bentuk
tulang dan otot pada anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak perempuan
lebih cepat kematangannya dari pada laki-laki.
e.
Status Sosial Ekonomi
Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah,
cenderung lebih kecil dari pada anak yang bersal dari keluarga dengan tingkat
ekonomi tinggi.
f.
Kesehatan
Kesehatan amat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik remaja. Remaja yang
berbadan sehat dan jarang sakit, biasanya memiliki tubuh yang lebih tinggi dan
berat dibanding yang sering sakit.
g.
Pengaruh Bentuk Tubuh
Perubahan psikologis muncul antara lain disebabkan oleh perubahan-perubahan
fisik. Diantara perubahan fisik yang sangat berpengaruh adalah ; pertumbuhan
tubuh (badan makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi
(ditandai dengan haid pada perempuan dan”mimpi pertama” pada anak laki-laki ),
dan tanda-tanda kelamin kedua yang tumbuh.
2. Aspek Intelektual
Dalam pandangan Piaget, perkembangan
kognitif pada hakekatnya adalah perkembangan kemampuan penalaran logis. Baginya,
berpikir dalam proses kognitif tersebut lebih penting dari pada sekedar mengerti.
Pada masa remaja,
peserta didik mulai mengembangkan cara berpikirnya.
Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berpikir operional
formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti
memecahkan persamaan aljabar), idealistik (seperti berpikir tentang ciri-ciri
ideal dirinya, orang lain dan masyarakat) dan logis (seperti menyusun rencana
untuk memecahkan masalah).
Pada masa ini terjadi
reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal
yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu kemampuan
merumuskan perencanaan dan pengambilan keputusan.
Faktor
–faktor yang mempengaruhi intelektual seseorang adalah :
a.
Bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak
seseorang sehingga ia
mampu berpikir reflektif.
b.
Banyak pengalaman dan latihan-latihanmemecahkan
masalah sehingga
seseorang dapat berfikir proporsional.
c.
Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian
seseorang dalam
penyusunan hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara
keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan
menarik kesimpulan yang baru dan benar.
3. Aspek Bahasa
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia
telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja
terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan
keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan
sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam
keluarga atau bahasa itu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya
oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan
kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri
khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah
yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu
pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem
budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat
(teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi
lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya.
Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat
khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah
bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk
kepentingan khusus pula.
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat,
lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata
yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya
dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan diganti dengan mainan,
pekerjaan diganti dengan kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur
kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan
kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang
tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna
menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli
bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa mendengar
bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif.
Dalam perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota
besar bahkan berkembang pesat bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan
bahasa gaul. Bahkan karena pesatnya perkembangan bahasa gaul ini dan untuk
membantu kalangan diluar remaja memahami bahasa mereka, Debby Sahertian (2000)
telah menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja yang disebut dengan
“Kamus Bahasa Gaul”. Dalam kamus itu tertera sekian ribu bahasa gaul yang
menjadi bahasa khas remaja yang jika kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa
pada umumnya. Kalangan remaja justru sangat akrab dan sangat memahami bahasa
gaul serta merasa lebih aman jika berkomunikasi dengan sesama remaja
menggunakan bahasa gaul.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa :
a) Umur anak
b) Kondisi lingkungan
c) Kecerdasan anak
d) Status sosial ekonomi
keluarga
e) Kondisi fisik
4. Aspek Emosional
Masa remaja merupakan puncak
emosionalitas. Pertumnbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau
perasaan-persaan baru yang belum dialami sebelumnya. Dalam budaya Amerika, periode ini dipandang sebagai masa Strom & Stress, frustasi dan
penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta,
dan perasaan terealisasi dan kehidupan sosial budaya orang dewasa. (Pinukas, 1976).
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa-masa kuliah,
bedanya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan
pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya. Beberapa kondisi
emosional yang akan dirasakan oleh remaja adalah seperti cinta / kasih sayang,
gembira, kemarahan, permusuhan, ketakutan dan kecemasan.
Adapun ciri-ciri emosional remaja yang berusia 12-15 tahun menurut Biehler
(1927) adalah sebagai berikut :
a.
Cenderung bersikap pemurung, hal ini disebabkan oleh
faktor biologis dan hubungan kematangan seksual dan sebagaian lagi karena
kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa.
b.
Berperilaku kasar untuk menutupi kekurangannya dalam
hal percaya diri.
c.
Sering terjadi ledakan emosi.
d.
Tidak toleran terhadap orang lain.
e.
Ada perasaan marah dengan gaya orang dewasa / guru
yang bersikap serba tahu.
Sedangkan ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
adalah sebagai berikut :
a.
Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan
masa kanak-kanak ke dewasa.
b.
Dengan berubahnya kebebasan. Banyak remaja yang
mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan perhatian, simpati,
dan nasihat dari orangtua.
c.
Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.
5. Aspek
Sosial
Pada masa ini perkembangan sosial
cognition, yaitu kemampuan memahami
orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial
dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap
confomity (konformitas), yaitu kecenderungan
untuk meniru, mengikuti, opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran
(hobby) atau keinginan orang lain. Perkembangan konfomitas ini dapat berdampak
positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung kepada siapa atau kelompok
mana dia melakukan konformitasnya.
Terkait dengan hal ini, Luskin
Pikunas (1976;257-259) mengemukakan pendapat
McCandles dan Evans yang berpendapat bahwa masa remaja akhir ditandai oleh
keinginannya untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar diterima oleh teman
sebaya, orang dewasa dan budaya.
6. Aspek
Kepribadian
Masa remaja merupakan saat
berkembangnya self-identity (kesadaran
akan identitas atau jati dirinya). Remaja
dihadapkan kepada berbagai pertanyaan: ”who am i, man ana, siapa saya?”
(keberadaan diriya), akan menjadi apa saya? Apa peran saya dan mengapa saya
harus beragama?
Apabila remaja berhasil memahami
dirinya, peran-perannya dalam kehidupan social, dan memahami makna hidup
beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki
kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila
gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion) sehingga
cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.
7. Kesadaran
Beragama
Pikunas (1976) mengemukakan
pendapat William Kay, yaitu bahwa tugas utama perkembangan remaja adalah
memperoleh kematangan sistem moral untuk membimbing perilakunya. Kematangan
remaja belumlah sempurna, jika tidak memiliki kode moral yang dapat diterima
secara universal. Pendapat ini menunjukkan tentang pentingnya
remaja memiliki landasan hidup yang kokoh, yaitu nilai-nilai
moral, terutama yang bersumber dari agama. Terkait dengan kehidupan beragama
remaja, ternyata mengalamin proses yang cukup panjang untuk mencapai kesadaran
beragama yang diharapkan.
Proses kesadaran beragama remaja itu dipaparkan pada uraian berikut:
a.
Masa Remaja awal
(usia 13-16 tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, yaitu dengan mulai
tumbuhnya ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks,
yaitu: ciri primer (menstruasi pada anak wanita dan mimpi pertama pada remaja pria) dan ciri sekunder (tumbuh kumis,
jakun, dan bulu-bulu disekitar
kemaluan pada remaja pria dan membesarnya buah dada/payudara, membesarnya
pinggul dan tumbuhnya bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja wanita).
Kegoncangan dalam keagamaan ini mungkin muncul karena disebabkan oleh
faktor internal maupun eksternal.
1. Faktor internal, terkait dengan 1). matangnya
organ-organ seks yang mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun disisi lain dia tahu perbuatan itu dilarang
oleh agama. 2). Berkembangnya sikap independen, keinginan untuk hidup bebas,
tidak mau terikat dengan norma-norma keluarga, sekolah atau agama.
2. Faktor eksternal, terkait dengan
1). Perkembangan kehidupan sosial budaya dan
masyarakat yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai agama. 2).
Perilaku orang dewasa, orang tua sendiri.
b. Masa Remaja Akhir (17-21 tahun)
Secara psikologis, pada masa ini emosi remaja sudah mulai stabil dan
pemikirannya mulai matang. Dalam kehidupan beragama, remaja sudah melibatkan
diri kedalam kegiatan keagamaan. Remaja sudah dapat membedakan agama sebagai
ajaran dengan manusia sebagai penganutnya.
Karakteristik
Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah
1.
Perkembangan fisik pada siswa usia sekolah menengah
ditandai dengan adanya perubahan bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain hal
itu, perkembangan fisik pada usia ini ditandai pula dengan munculnya ciri-ciri
kelamin primer dan sekunder. Hormon testoterone dan estrogen juga turut
mempengaruhi perkembangan fisik.
2. Perkembangan
intelektual siswa SMP ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir formal
operasional. Selain itu, kemampuan mengingat dan memproses informasi cukup kuat
berkembang pada usia ini.
3. Perkembangan
pemikiran sosial dan moralitas nampak pada sikap berkurangnya egosentrisme.
Siswa SMP dan SMA juga telah mempunyai pemikiran politik dan keyakinan yang
lebih rasional.
4. Terdapat berbagai
mazhab atau aliran dalam pendidikan yang membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak. Di antaranya adalah aliran nativisme,
empirisme, dan konvergensi.
5. Papalia dan Olds
(1992:7-8) menyebutkan faktor internal dan eksternal yang telah memberi
pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Urie Bronfenbrenner menyatakan ada 4
tingkatan pengaruh lingkungan seperti, sistem mikro, meso dan exo yang
membentuk pribadi anak. Sedangkan pandangan konvensional menyatakan bahwa ada 3
faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan siswa SLTP dan SMU, yaitu
pembawaan, lingkungan dan waktu.
Perbedaan Individu dan Kebutuhan Anak Usia
Sekolah Menengah
1. Secara garis
besar, perbedaan individu dikategorikan menjadi 2, yaitu perbedaan secara
fisik, dan psikis. Perbedaan secara psikis meliputi perbedaan dalam tingkat
intelektualitas, kepribadian, minat, sikap dan kebiasaan belajar.
2. Dalam pandangan
yang lain, perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan berdasarkan
perbedaan dalam kemampuan potensial dan kemampuan nyata. Kemampuan nyata dapat
disebut sebagai prestasi belajar.
4. Gage dan Berlinier
(1984:165) mempunyai pandangan tentang kepribadian sebagai berikut. Personality
is the integration of all of persons traits abilities, motives as well as his
or her temperament, attitudes, opinios, beliefs, emotional responses, cognitive
styles, characters and morals.
5. Menurut Murray,
kebutuhan individu dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu viscerogenic dan
psychogenic. Kemudian kebutuhan psychogenic dibagi lagi menjadi 20 kebutuhan.
6. Kebutuhan yang
cenderung dominan pada siswa sekolah menengah berdasarkan 20 kebutuhan menurut
konsep Murray, adalah seperti ini:
7. Sex.
2.2 Tugas-tugas Perkembangan
Anak Usia Sekolah Menengah
Tugas-tugas perkembangan terkait
dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang seyogyanya dimiliki setiap
siswa sesuai dengan fase perkembangannya.
1)
Munculnya
Tugas-tugas perkembangan bersumber pada faktor
faktor berikut:
a.
Kematangan
fisik, misalnya (1) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, dan (2)
belajar bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda pada masa remaja, karena
kematangan hormon seksual.
b.
Tuntutan
masyarakat secara kultural, misalnya (1) belajar membaca, (2) belajar menulis,
(3) belajar berhitung, (4) belajar berorganisasi.
c.
Tuntutan dari dorongan dan
cita-cita siswa itu sendiri misalnya (1)
memilih pekerjaan, (2)
memilih teman hidup.
d.
Tuntutan norma
agama, misalnya(1) taat beribadah kepada Allah,
dan (2) berbuat baik kepada semua manusia.
Tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya
2. Mencapai kemandirian
emocional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas
3. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal
4. Mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara
wajar
5. Menemukan manusia model yang dijadikan pusa tidentifikasinya
6. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri
7. Memperoleh Self-control atas dasar skal anilai,
prinsip-prinsip atau falsafah hidup
8. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri yang kekanak-kanakan
9. Bertingkah laku yang
bertanggung jawab secara
sosial
10.
Mengembangkan keterampilan intelectual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
11.
Memilih dan
mempersiapkan karir
12.
Memiliki sikap
positif terhadap pernikahan dan hidup
berkeluarga
13.
Mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Elizabeth B. Hurlock (1981) mengemukakan bahwa anak
sekolah menengah atas sudah mulai memikirkan masa depan mereka secara
sungguh-sungguh. Anak laki-laki biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam
perkerjaan dibanding dengan anak perempuan yang memandang pekerjaan sebagai
pengisi waktu sebelum menikah.
Apabila dilihat dari tahapan
karier dari Super dan Jordaan (John Milton Dillard, 1985:200, masa remaja
termasuk tahap eksplorasi pada tingkat tentatif dan transisi (usia 15-21
tahun). Pada tahap tentatif (15-17), faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah
kebutuhan, minat, kapasitas, nilai-nilai dan kesempatan.
2.3 Problematika Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
dan Solusinya
Permasalahan
yang dialami manusia tidak akan pernah putus sampai ajal menjemput,
permasalahan manusia akan semakin memuncak ketika mereka menginjak usia
transisi dimana keingintahuan yang sangat tinggi dengan semangat yang
menggebu-gebu akan sia-sia tanpa bimbingan yang terarah, perkiraan usia
transisi manusia yaitu ketika mereka berada di jenjang sekolah tingkat
menengah, ketika mereka menginjak remaja dan dewasa awal, mereka lebih tenar
dengan istilah ABG (anak baru gede).
Dalam buku karangan Prof.Dr.H.Sunarto dan
Dra.Ny.B.Agung Hartono dalam bukunya perkembangan peserta didik, menerangkan
beberapa permasalahan remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya sebagai
berikut:
1.
Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan
perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah oleh mereka. Pada
masa ini remaja menghadapi tugas-tugas besar , sedang dipihak lain harapan
ditumpukan pada mereka untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan
sikap dan pola perilaku. Kegagalan mengatasi ketidakpuasan ini dapat
mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat
mengakibatkan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak
percaya diri, pendiam, atau kurang harga diri.
2.
Sering kali remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan fisiknya. Hal
ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi, walau hal ini tidak
terjadi pada semua remaja.
3. Perkembangan fungsi seks pada
masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya, sehingga
sering salah tingkah dan perilaku yang menentang norma (bagi remaja laki-laki)
serta berperilaku mengurung diri (bagi remaja perempuan).
4. Dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian
dalam artian menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan,
kebanyakan menghadapi berbagai macam permasalahan, terutama masalah penyesuaian
emosional. Kehidupan bermasyarakat menuntut mereka untuk banyak menyesuaikan
diri, namun yang terjadi semuanya tidak selaras dengan kenyataan. Dalam hal ini
terjadi ketidak selarasan antara pola hidup masyarakat dan perilaku yang
menurut remaja baik, remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya meraka
frustasi dengan tingkah lakunya sendiri.
5.
Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara
sosial ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan
berbagai jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan
salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja.
6.
Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan
masalah tersendiri bagi remaja, sedang dipihak remaja merasa memiliki norma
dan nilai kehidupan yang dirasa lebih
sesuai dari pada nilai dan norma dikalangan masyarakat luas.
Untuk
mengembangkan kepribadian anak secara sempurna maka ada beberapa hal yang harus
diterapkan oleh orang tua pada usia sekolah menengah antara lain:
a. Bersikap tidak membedakan
Salah
satu cara yang salah yang sering dilakukan oleh orang tua yang membuat anak
menjadi jahat adalah sikap membedakan. Sebagian orang tua kadang lebih condong
pada anak laki-lakinya dan juga sebaliknya lebih condong pada anak perempuan.
Sikap membedakan yang demikian ini akan meninggalkan pengaruh negatif pada
kejiwaan anak, pengaruk negatif ini akan terus berkembang seiring dengan
perkembangan kedewasaannya yang kemudian akan mengantar anak pada kehancuran
bahkan tidak jarang sikap negatif ini menular pada anak cucu mereka.
b. Perhatian dan pengarahan yang baik
Salah
satu sarana untuk menghindarkan anak dari sikap jahat adalah dengan pendekatan
psikologis, orang tua harus bersikap lebih mengerti pada kondisi anak. Ketika
hendak membenarkan sesuatu yang salah pada anak orang tua tidak boleh
menggunakan kekerasan dan meluapkan emosi.
Orang
tua harus berbicara dengan lemah lembut yang disertai dengan nasehat-nasehat.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Thoha ayat 44 yang artinya “maka
berbicaralah kamu keduanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah dia ingat
atau takut”.
c. Menanamkan taqwa dalam jiwa anak
Seluruh
dosa sebenarnya adalah sifat-sifat yang hina, untuk menyelamatkan diri dari hal
tersebut jalan keluarnya adalah menanamkan ketaqwaan pada jiwa anak. Apabila
tangkai-tangkai pohon kejahatan itu layu dan daun-daunnya rontok berjatuhan,
maka akar-akarnya akan tumbang dan mati, artinya dalam kehidupan sosial terdapat
sifat-sifat jelek yang ada pada diri manusia seperti kikir, takabur, suudzon
dan lain-lain. Jika seseorang dapat menahan dari segala sifat-sifat buruk
tersebut maka dia akan terlepas dari dosa-dosa, begitu juga pada anak,
pendidikan seperti ini perlu ditanamkan oleh orang tua demi kebaikan jiwa pada
diri anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas jelas sekali
kondisi peserta didik usia seklah menengah masih sangat sangat labil, mereka memerlukan
bimbingan orang yang lebih dewasa dan petunjuk mereka atas masalah-masalah yang
belum bisa mereka pecahkan, perubahan kondisi peserta didik pada usia sekolah
menengah ini banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural.
Problematika remaja secara garis
besar terdapat dua faktor yaitu faktor intern (dari dalam diri remaja itu
sendiri) dan faktor ekstern (dari luar diri). Yang sangat menonjol dari
problematika remaja adalah yang berhubungan kultural dan psikososial.
3.2 Saran
Solusi yang sangat tepat bagi remaja
atas apa yang menimpa mereka adalah usaha mereka sendiri untuk bisa menerapkan
kiat-kiat supaya mereka tidak terlena dengan masalah-masalah yang menimpa
mereka, dan melaksanakan anjuran-anjuran yang telah dijelaskan diatas.
Perhatian orang lain juga sangat membantu mereka untuk memecahkan masalah yang
menimpa.
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, R.H. 1983. Pengantar
Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Gunarsa, S. 1987. Psikologi
Anak Bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia.
Hurlock, Elisabet B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Mazhariri. 2000. Pintar
Mendidik Anak. Jakarta: Centera.
Rifa’I, S. 1984. Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung:
Bina Aksara.
Susilowindradini. 1980. Psikologi Perkembangan. Surabaya: Usaha Nasional
Samsunuwiyati, Mar’at. 2006. Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sunarto, Agung. 1999. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Oemar, Hamalik. 1990. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru.
Baharuddin, H. 2007. Psikologi
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Danim, Sudarman. 2010. Perkembangan Peserta Didik.
Bandung : Alfabeta.
Hartono, Agung Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar